koran wong dermayu asli

Indramayu Post

Jumat, 19 Juni 2009

ANIES BASWEDAN....

Saat Mengikuti Debat Calon presiden..tgl 18 juni 2009..yang menjadi perhatian bukan lah 3 calon Presiden yang akan mengikuti Debat Melain kan Sang Moderator nya yaitu Anies Baswedan..boleh di katakan tingkat Intelektualitas di atas rata rata dari Capres Capres..tadi..
ini Sedikit..tulian riwayat tentang Dr Anies Baswedan yang merupakan juga Rektor Universitas Paramadina...Mungkin saya lebih meilih dia menjadi Presiden buat Indonesia...( Pendapat Pribadi)

Dr. Anies Baswedan
Kejutan besar dimunculkan majalah internasional, Foreign Policy edisi Mei-Juni 2008. Di situ disebutkan, seorang intelektual muda Indonesia, Dr. Anies Baswedan, termasuk dalam daftar 100 Intelektual Berpengaruh Dunia. Namanya disejajarkan Foregin Policy dengan para pemikir dunia, seperti Francis Fukuyama, Samuel Huntington dan Muhammad Yunus.
Secepat tersebarnya informasi tersebut, secapat itu pula orang bertanya-tanya, siapa sih sebenarnya Bung Anis. Bung Anis sekarang menjabat Rektor Universitas Paramadina. Dia juga aktif di Partnership for Governance Reform in Indonesia (PRG).
Ketika Kabar UGM meminta komentar Bung Anis tentang prestasinya itu, wajahnya merona merah. Dia mengatakan bahwa penghargaan itu bukan semata-mata prestasi dirinya, tapi merupakan prestasi kolektif yang dicapai oleh bangsa Indonesia. “Saya merasa ini sebuah penghargaan yang sungguh luar biasa besarnya. Banyak orang lain menurut saya yang lebih pas dari pada saya. Saya ini pemula, ingin banyak belajar tentang intelektual, eh malah terjerat daftar 100 top intelektual dunia, ”tambah Bung Anies.
Tentu majalah Foreign Policy tidak sembarangan dalam memasukkan nama Bung Anies ke dalam Daftar 100 Intelektual Berpengaruh Dunia. Ia sudah menyeleksinya dengan saksama. Kalau nama Bung Anies masuk di situ, maka itu memang sebuah prestasi. Bung Anies pantas berbahagia.
“Tentu bahagia. Nama Indonesia, satu-satunya di Asia Tenggara yang masuk dalam daftar itu. Namun saya menganggap ini semata-mata bukan karena saya, melainkan prestasi kolektif dari Indonesia yang menjadi perhatian dunia. Dan kebetulan saja saya,” sambung Ketua Senat Mahasiswa UGM 1992-1993 ini.
***
Bung Anies lahir di Yogyakarta, 7 Mei 1969. Ketika kecil, dia sering kali bermain sepak bola di depan Gedung Pusat UGM. Setelah menyelesaikan pendidikan S-3nya di Amerika Serikat (AS), dia tidak pernah berniat menjadi Rektor Universitas Paramadina. Tetapi, Yayasan Paramadina meminta dirinya dicalonkan jadi Rektor Universitas Paramadina. Alasannya, kata Bung Anies, yayasan menginginkan sosok pemimpin dari generasi muda yang berpandangan jauh ke depan.
“Saya berpikir pencalonan saya ini tidak bakal lolos. Tapi enggak apa-apalah kembali ke kampus, pikir saya. Karena dalam calon itu sudah ada nama Pak Amal (Prof Dr Ichlasul Amal, Rektor UGM 1997-2002). Saya paling bantu-bantulah. Eh kesamber, malah saya yang diminta. Ketika akan dilantik, saya Bismillah. Saya sempat mengatakan I did not fight to get this job, but I will fight to do this job, saya tidak bertarung untuk mendapatkan posisi ini, tapi saya akan bertarung untuk menjalankan amanah ini, “ujar suami Fery Farhati Ganis S.Psi, M.Sc ini.
***
Kini usia Bung Anies baru 38 tahun. Tetapi, dia sudah menjadi Rektor Universitas Paramadina dan intelektual kelas dunia sebagai analis politik. Mengenai yang terakhir ini, apa yang sudah disumbangkan Bung Anies untuk perkembangan ilmu politik? Ternyata dia pernah membuat analisis perjalanan demokratisasi Indonesia pasca 10 tahun reformasi. “Ada aktivitas terkait perjalanan demokratisasi selama 10 tahun, dimana analisis demokrasi negara maju dan berkembang. Meski demikian kajian tentang demokrasi di tingkat internasional masih cukup sedikit. Malah yang banyak muncul kajian demokrasi yang sifatnya domestik,” katanya.
Tulisan Bung Anies sering kali dimuat di berbagai jurnal ilmiah internasional. Dia juga sering diundang bicara dalam berbagai konferensi dan seminar internasional. Sebuah contoh, dia pernah menjadi utusan Indonesia pada Young Leader Summit (KTT Pemimpin Muda Asia) di Korea Selatan, November 2006. Dia juga pernah jadi pembicara pada The Indonesian Update yang diselenggarakan oleh The Australian National University di Canberra. Dia pernah juga jadi pembicara pada The SAIS Conference on Elections and Democracy in Southeast Asia. Dia pernah pula jadi pembicara pada The Annual National Conference of Midwest Political Science Association di Chicago, AS.
Sebelum menjadi Rektor Universitas Paramadina, Bung Anies sudah aktif di Yayasan Paramadina. Dia juga menjadi Direktur Riset The Indonesian Institute. Di samping itu, dia juga menjadi peneliti utama di The Indonesia Survei Institute(LSI). Dia bahkan pernah menjadi Manajer Riset pada asosiasi perusahaan elektronik se-dunia untuk mengembangkan desain riset, intrumen survei, analisis data, dan program penulisan laporan yang yang bermarkas di Chicago, Illinois, AS.
Semua jabatan ini memperlihatkan bahwa Bung Anies memang sudah memilih kegiatan intelektual sebagai kegiatan yang ditekuninya. Kegiatan ini membuat dia memang dekat dengan dunia intelektual dan bergaul dengan intelektual kelas dunia.
***
Bung Anies merupakan lulusan Fakultas Ekonomi UGM. Sebelum melanjutkan sekolah S-2 dan S-3nya ke AS, dia sempat aktif di PAU Ekonomi UGM. Setelah memperoleh gelar doktor dalam bidang ilmu politik, tahun 2002, dia pulang ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, dia saksikan Indonesia sudah sangat berubah, terutama di Jakarta. Menurutnya, pasca reformasi dinamika sosial-politik di Jakarta terjadi begitu cepat sekali dibanding daerah-daerah lainya. Sehingga dirinya memutuskan untuk memilih aktif dan meniti karier di Jakarta.
“Ketika soft landing di kantor the Indonesian Institute, saya diminta memutuskan apakah mengajar di sini (UI). Karena, sebelumnya sudah ada rekan-rekan yang mengajak secara serius. Saya berpikir, kalau mengajar tentunya saya memilih UGM,” jelasnya.
Di mata Bung Anies, UGM merupakan rumah kedua. Karena, sedari kecil dirinya sudah mengenal Jogja dan kampus UGM sebagai tempat bermain bola di kala sore. Tetapi, dia memilih Jakarta untuk basis kegiatannya karena tiga alasan: (i) secara intelektualitas, di Jakarta dia bisa tumbuh dan berkembang; (ii) secara finansial, Jakarta mampu mendukung dan menjanjikan; dan (3) Jakarta memberikan efek dan pengaruh sosial yang cukup luas. “Ketika saya ditawari pekerjaan, maka saya akan melihat tiga hal ini,” kata anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah Rasyid ini.
***
Bung Anies mengakui bahwa dia memiliki kebiasan selalu beraktivitas disetiap waktu, baik berdiskusi, menulis dan memberi ceramah. Dirinya merasa terpuaskan ketika bisa mengubah pola pikir orang lain. Kemampuan berpidatonya diperolehnya sejak dia duduk di bangku SMA dan memilih menjadi aktivis saat kuliah di UGM. Tidak heran ketika berada di Amerika, dirinya selalu menyempatkan diri memberikan ceramah dan menjadi pembicara di berbagai tempat.
“Pengalaman yang sangat luar biasa di mana orang berwarna coklat berusaha menerangkan Indonesia. Saya sering merasakan itu. Setiap kata yang saya ucapkan setidaknya bagi saya bisa menggugah dan mengubah persepsi orang. Saya yakin di setiap pertemuan yang saya ikuti, saya merasakan perubahan itu meskipun kecil. Saya ingin membantu memperbaiki persepsi dan pandangan dan persepsi orang tentang Indonesia dan tentang Islam yang selama ini di Amerika sering salah,” tegasnya.
Sewaktu di AS, kata bung Anies, aktivitasnya berpidato dan menulis sedikitpun tidak pernah surut. Aktivtas ini diakuinya tidak didorong alasan finansial atau sekedar mencari penghasilan sampingan saat kuliah. Namun, utnuk mencari relasi dan mengubah persepsi dan imej tentang Indonesia.
“Ini adalah idealisme dan semangat untuk memperbaiki persepsi. Barangkali efek yang tidak pernah saya rasakan, seperti yang terjadi dalam Forum Policy. Ternyata ada yang memperhatikan dan ada yang melihat isinya. Lalu mengikuti saya. Saya nggak pernah tahu. Saya tidak pernah mendaftar. Tujuan saya, hanya memperluas network,” kata Bung Anies.
Kemampuan memperbanyak network ini dalam pandangan Anies sangatlah penting. Karena melalui relasi ini kita akan dikenal luas di berbagi komunitas. Dimulai dari kebiasaannya bertukar kartu nama ketika bertemu dengan seseorang, menjadikannya memiliki jaringan yang cukup luas di Amerika, mulai dari NGO, pemerintah, pengusaha dan berbagai komunitas lainnya.
“Tukar kartu nama itu hanya permulaan. Sesudah itu kirimlah e-mail, ucapkan senang ketemu anda tadi, lalu diteruskan dengan ucapan terima kasih. Kemudian tentunya akan diikuti reply via e-mail. Tidak sedikit dari mereka mengundang saya berbicara dengan tema yang sama dalam komunitasnya. Misalnya, ikut dalam kumpulan pebisnis. Maka tambah lagi relasi,” tandasnya (Wawancara dan penulisan: Gusti Grehenson; Editing: Abrar).

0 komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR

JATIBARANG INDRAMAYU | To Blogger by Jatibarang Blogger | Entries (RSS) and Comments (RSS).